“(Menuntut) ilmu pada masa kecil ibarat mengukir di atas batu.”
(HR. Baihaqi dan Ath-Thabrani dalam Al Ausath)
Penanaman ilmu pada masa anak-anak sangatlah penting,
karena pada masa itu merupakan fase pembentukan kepribadian dan pembekalan ilmu
kehidupan. Pada masa ini anak-anak masih murni dan bersih akal dan hatinya,
masih kuat ingatannya, dan masih menyenangkan baginya untuk mempelajari segala
sesuatu. Fase ini sangat menentukan, sehingga diibaratkan sebagai “mengukir
di atas batu”, yang berarti ilmu yang diberikan akan sangat kokoh
menancap dalam benak dan sanubari siswa yang selanjutnya akan dia jadikan
pondasi dan bekal hidup di kelak dewasa nanti.
Sehubungan
dengan hal ini, Imam Al Ghazali
seperti yang dikutip oleh Langgulung (1985) dalam buku Pendidikan dan Peradaban Islam, pernah
menyatakan: “Cara mendidik anak termasuk
hal yang paling penting. Kanak-kanak merupakan amanah bagi ibu bapaknya.
Hatinya yang suci bersih merupakan permata yang tak ternilai dan sederhana,
luput dari segala ukiran dan gambaran. Tetapi ia dapat menerima segala macam
ukiran dan condong kepada setiap yang diajarkan kepadanya. Jika ia dibiasakan
dengan kebaikan, maka ia akan menjadi dewasa dan berbahagia di dunia dan
akhirat, sedang ibu bapaknya dan guru-gurunya turut merasakan pahala dan
ganjarannya. Jika dibiasakan berbuat jahat, maka ia akan sengsara dan binasa.
Sedang tanggung jawab itu berada di pundak penanggung atau walinya”.
Pentingnya
pendidikan sekolah dasar dapat dipahami
pula dari kenyataan bahwa manusia dilahirkan tanpa membawa pengetahuan apa pun
juga. Maka, yang akan mempengaruhi jalan dan orientasi hidupnya adalah
pengetahuan – yang terutama diperoleh melalui proses pendidikan -- yang dia
diterima dari lingkungannya.
Pentingnya pendidikan bagi anak-anak ini, juga tak dapat dilepaskan dari
fakta-fakta fase perkembangan psikologis pada anak-anak. Fakta-fakta ini
menegaskan adanya karakter-karakter khas pada anak yang sekaligus merupakan
kelebihan-kelebihan pada anak-anak sehingga pendidikan dasar menjadi sangat
penting untuk membentuk dan mengarahkan kepribadian mereka.
Usia
|
Perkembangan
|
2 –
7 tahun
|
Disebut
stadium realisme fantastis
Memulai
penguasaan bahasa dan permainan simbolis
Mulai
muncul aktivitas internal
Berfikir egosentris
|
7 –
11 tahun
|
Disebut
stadium operasional konkrit
Terjadi
perubahan berfikir dari pra-operasional ke arah operaional
Sifat
egosentris mulai menurun
Memiliki
minat tinggi untuk belajar
Belum mampu mengaitkan berbagai hal yang terpisah menjadi
kesatuan yang bulat
Selalu
ingin tahu dan aktif
|
Lebih
dari 11 tahun
|
Disebut
fase operasional formal
Semakin
bertambah intelektual
Lebih
senang berada dalam keadaan bebas
|
Anak-anak
SD pada umumnya menempuh pendidikannya pada rentang usia 6 sampai 12 tahun.
Fase perkembangan psikologis pada anak-anak pada jenjang usia sekolah dasar. Tahap-tahap Perkembangan Anak, adalah
fase perkembangan anak dalam stadium operasional konkrit. Pada fase ini perkembangan anak ditandai
dengan terjadinya perubahan cara dan pola berfikir dari pra-operasional ke arah
operasional. Anak telah mampu berpikir secara perseptual,
emotional-motivational dan konseptual untuk menerjemahkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam pekerjaan
atau aktivitas lainnya. Sifat egosentris pada diri anak mulai menurun. Anak
tidak lagi begitu menjadikan dirinya sebagai pusat segala sesuatu. Dia sudah
mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan dapat
menghubungkan dimensi satu dengan yang lain.
Pada
fase ini anak juga lebih aktif dan antusias dalam belajar karena
ia berada dalam keadaan selalu ingin tahu. Dengan demikian perbendaharaan
pengetahuannya semakin luas, meskipun masih dangkal. Hal-hal yang diketahuinya
masih terpisah-pisah dan belum tersusun sebagai kesatuan yang bulat. Ia hanya
sekedar mengenal dan belum mengetahui argumentasi dan sangkut pautnya. Jadi anak baru dapat memberi keterangan
berdasarkan pengalamannya, belum berdasarkan hasil poses berpikirnya.
Pada
usia di atas 11 tahun (usia akhir di sekolah dasar), anak telah mulai memasuki
fase perkembangan berikutnya. Pada fase operasional-formal ini anak akan bertambah daya intelektualitasnya.
Anak semakin kritis dan mulai berpikir terhadap realitas yang ada. Anak juga
mulai bereaksi secara kritis atas penjelasan-penjelasan guru dan orang tua,
tidak ditelan mentah-mentah, melainkan mulai dipertimbangkan. Jika misalnya orang
tuanya memerintahkan anak untuk shalat sementara mereka sendiri tidak shalat,
maka anak akan dapat menganalisis dan merasakan kejanggalan dan inkonsistensi
yang dilakukan orang tuanya. Karakter lainnya, anak akan lebih senang memperhatikan
lingkungan dan alam sekitarnya. Anak-anak senang sekali bertamasya atau bermain-main di halaman sekolah atau
menggambar pemandangan di luar kelas.
Berdasarkan
uraian di atas, nampak jelas bahwa pada pendidikan dasar – yang terwujud di
saat anak memasuki fase operasional-konkret dan fase operasional-formal --
terdapat fakta-fakta objektif yang sangat kondusif untuk mulai membentuk dan
mengarahkan kepribadian mereka.
Semoga
kita bisa menggunakan fase emas ini untuk melahirkan generasi-generasi hebat.
Yang diperlukan adalah kerja sama yang terjalin kuat antara orang tua dan
sekolah, sehingga kontrol akan lebih baik dan terarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar